1. Pengertian Perikatan
Kepustakaan hukum Indonesia memakai berbagai macam istilah untuk menterjemahkan ”VERBINTENIS” DAN “OVEREENKOMST”, yaitu :
Dari uraian di atas ternyata untuk “VERBINTENIS” dikenal tiga istilah yaitu : Perikatan, Perutangan dan Perjanjian, sedangkan untuk “OVEREENKOMST” dipakai dua istilah yaitu : Perjanjian dan Persetujuan. “VERBINTENIS” berasal dari kata krja Verbiden yang artinya mengikat. Jadi Verbitenis menunjuk kepada adanya “Ikatan” atau “Hubungan”. Hal ini memang sesua dengan definisi Verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. “OVEREENKOMST” berasal dari kata kerja :Overeenkomen” yang artinya “setuju” atau “sepakat”. Jadi Overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu, istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut.
Dalam buku III KUH Perdata mempergunakan judul tentang Perikatan, namun tidak ada satu pasal pun yang menerangkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perikatan. Menurut sejarahnya “VERBINTENIS” berasal dari kata perkataan Perancis “Obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis, yang selanjutnya merupakan pula terjemahan dari perkataan “Obligato” yang terdapat dalam hukum Romawi Corpus Iuris Civilis, dimana penjelasannya terdapat dalam Institutiones Justianus.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, dan juga merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang misalkan A berhak menuntut sesuatu kepada B dan B berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut tersebut bisa disebut Kreditor dan Pihak yang wajib memenuhi tuntutan menuntut bisa disebut Debitor. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Perjanjian merupakan sumber penting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang.
2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. Asas-asas dalam Hukum Perikatan
1. ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
(3) suatu hal tertentu
(4) suatu sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
2. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
- Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
- Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya” Ketentuan tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
- Membuat atau tidak membuat perjanjian
- Mengadakan perjanjian dengan siapapun
- Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
- Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2. Asas persamaan hukum;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas kepatutan;
7. Asas kebiasaan;
8. Asas perlindungan;
4. Hapusnya perikatan.
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan Utang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
4. Musnahnya barang yang terutang
5. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6. Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumpedia.com/bintangpartogi/hukum-perikatan
http://pustakailmuhukum.blogspot.co.id/p/hukum-perikatan.html
http://budipratiko9.blogspot.co.id/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-dan.html
https://dewimanroe.wordpress.com/2013/05/11/hukum-perikatan/
Kepustakaan hukum Indonesia memakai berbagai macam istilah untuk menterjemahkan ”VERBINTENIS” DAN “OVEREENKOMST”, yaitu :
- KUH Perdata, Subekti dan Tjiptosidibio menggunakan istilah perikatan untuk “VERBINTENIS” dan Persetujuan untuk “OVEREENKOMST”;
- Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untuk “VERBINTENIS” dan Perjanjian untuk “OVEREENKOMST”;
- Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB menterjemahkan “VERBINTENIS” dengan Perjanjian dan “OVEREENKOMST” dengan persetujuan;
Dari uraian di atas ternyata untuk “VERBINTENIS” dikenal tiga istilah yaitu : Perikatan, Perutangan dan Perjanjian, sedangkan untuk “OVEREENKOMST” dipakai dua istilah yaitu : Perjanjian dan Persetujuan. “VERBINTENIS” berasal dari kata krja Verbiden yang artinya mengikat. Jadi Verbitenis menunjuk kepada adanya “Ikatan” atau “Hubungan”. Hal ini memang sesua dengan definisi Verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. “OVEREENKOMST” berasal dari kata kerja :Overeenkomen” yang artinya “setuju” atau “sepakat”. Jadi Overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu, istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut.
Dalam buku III KUH Perdata mempergunakan judul tentang Perikatan, namun tidak ada satu pasal pun yang menerangkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perikatan. Menurut sejarahnya “VERBINTENIS” berasal dari kata perkataan Perancis “Obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis, yang selanjutnya merupakan pula terjemahan dari perkataan “Obligato” yang terdapat dalam hukum Romawi Corpus Iuris Civilis, dimana penjelasannya terdapat dalam Institutiones Justianus.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, dan juga merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang misalkan A berhak menuntut sesuatu kepada B dan B berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut tersebut bisa disebut Kreditor dan Pihak yang wajib memenuhi tuntutan menuntut bisa disebut Debitor. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Perjanjian merupakan sumber penting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang.
2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. Asas-asas dalam Hukum Perikatan
1. ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
(3) suatu hal tertentu
(4) suatu sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
2. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
- Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
- Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya” Ketentuan tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
- Membuat atau tidak membuat perjanjian
- Mengadakan perjanjian dengan siapapun
- Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
- Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2. Asas persamaan hukum;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas kepatutan;
7. Asas kebiasaan;
8. Asas perlindungan;
4. Hapusnya perikatan.
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan Utang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
4. Musnahnya barang yang terutang
5. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6. Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
- Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang
- Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumpedia.com/bintangpartogi/hukum-perikatan
http://pustakailmuhukum.blogspot.co.id/p/hukum-perikatan.html
http://budipratiko9.blogspot.co.id/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-dan.html
https://dewimanroe.wordpress.com/2013/05/11/hukum-perikatan/