1. Standar Kontrak
- Perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumentanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
- Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman)
- is one in which there is great disparity of bargaining power that the weaker party has no choice butto accept the terms imposed by the stronger party or forego the transaction.
- Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yangmenutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak sertadibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampirtidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yangditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak standar umum
Kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dandisodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus
Kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2. Macam - Macam Perjanjian.
(a) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dankewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang palingumum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan, tukar-menukar.Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak danhak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajibanmenyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yangdiberikan itu.Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihakatau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak,atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat adalah pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
(b) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihaksaja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yangmembenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapatkontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menuruthukum.
Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A.Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-undang danmengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal 1341 KUHPdt).
(c) Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokansebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidakmempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.
(d) Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untukmemindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak
perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhakmenuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada penyerahan(levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
(e) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan kehendakantara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak jugasekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt).Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukumadat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan hak. Hak ini
disebut “kontan atautunai”.
3. Syarat Sahnya Perjanjanjian
Bagaimana syarat sah suatu perjanjian? Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yangdipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh dibawah pengampunan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia beradadibawah kekuasaan pengampunnya. Kedudukannya sama dengan seorang anak yang belumdewasa. Kalau seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya,maka seorang dewasa yang ditaruh dibawah pengampunan harus diwakili oleh pengampun atau kuratornya. Menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata, seorang perempuan yang bersuami,untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya(pasal 108 kitab Undang-undang Hukum Perdata). Untuk perjanjian-perjanjian mengenai soal-soal kecil yang dapat dimasukan dalam pengertian “keperluan rumah - tangga” maka dianggaplah istri itu telah dikuasai oleh suaminya.Dengan demikian maka seorang stri dimasukkan dalam golongan orang-orang yang tidak cakapmembuat suatu perjanjian. Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa adalah bahwaseorang anak harus diwakili oleh orang tua/wali, sedangkan seorang istri harus “dibantu” olehsang suami. Kalau seorang dalam membuat suatu perjanjian “diwakili” oleh orang lain, maka iatidak membuat perjanjian itu sendiri.
Tetapi kalau seorang “dibantu”, ini berarti bahwa ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya itu. Bantuan tersebutdapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. Dan terdapat syarat perjanjian objektif dan subjektif. Dalam halnya suatu syarat objektif,maka kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak mengadakan perjanjian tersebut, yakni melahirkan suatu perkaitan hukum adalahgagal. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut dimuka hakim. Dalam hal syarat subjektif maka jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan bataldemi hukum, tetap salah satu pihka mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itudigagalkan. Pihak yang meminta pemnbatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yangmemberi kesepakatannya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang dibuatnya itu mengikat juga,selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi.
Dengan demikian nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung padakesediaan suatu pihak untuk menaatinya.
4. Pembatalan Perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa apabila syaratobjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum (null and void). Dalam haldemikian maka secara yuridis dari semula tidak ada perjanjian dan semula tidak ada perikatanantara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk melakukansuatu perjanjian yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satumenuntut pihak yang lain di muka hakin karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim inidiwajibkan, karena jabatannya menyatakan tidak ada perjanjian atau perikatan. Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yangsubjektif, perjanjian ini bukan batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan(cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah: pihak yang tidak cakap menurut hukum, dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas. Tentang perjanjian yang ada kekurangannya mengenai syarat-syarat subjektifnya yangtersinggung adalah kepentingan seseorang, yang mungkin tidaak mengingini perlindunganhukum terhadap dirinya. Oleh karna itu maka dalam halnya ada kekurangan mengenai syaratsubjektif, oleh Undang-undang diserahkan pada pihak yang berkepentingan apakah iamenghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian itu, bukannya batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan tadi tidaak bebas, yaitu:
akalan yang cerdik(tipu-muslihat), untuk membujuk para lawannya memberikan perijinan. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untukmenjerumuskan pihak lawannya. Dengan demikian maka ketidak-cakapan dan ketidak-bebasan dalam memberikan perijiandalam suatu perjanjian, memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan kesepakatannya itu untuk meminta pembatalan perjanjiannya.
Dengan sendirinya harus mengerti bahwa pihak lawan dari orang-orang tersebut tidak boleh meminta pembatalan. Hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang olehUndang-undang diberi perlindungan. Meminta pembatalan oleh pasal 1454 dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dibatasi sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun: dalam hal ketidak-cakapan suatu pihak, sejak orang ini cakap menurut hukum, dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti. Dalam hal kehilafan atau penipuan sejak lahir diketahuinya kehilafanatau penipuan itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan yang diajukanselaku pembela atau tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan. Memang ada dua carauntuk meminta pembatalan perjanjian. Pertama, pihak yang berkepentingan dapat secara aktifyaitu sebagai penggugat meminta kepada hakin untuk mempbatalkan perjanjian. Kedua,menunggu sampai ia diguga dimuka hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.Terhadapazas konsensualitas yang dikandung oleh pasal 1320 Kitab Undang-undangHukum Perdata, ada kekecualiannya yaitu, oleh Undang-undang ditetapka suatu formalitas untuk beberapa macam perjanjian, misalnya perjanjian penghibahan benda tak bergerak harusdilakukan dengan akte notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis dan lainsebagainya. Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan sesuatu formalitas atau bentuk caratertentu, dinamakan perjanjian formil. Apabila perjanjian yag demikian itu tidak memenuhiformalitas akan ditetapkan oleh Undang-undang, maka ia adalah
batal demi hukum.
5. Prestasi Dan Wan Prestasi.
A. Prestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu.
- Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.
- Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah / gedung, mengosongkan rumah.
- Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak membuat pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dsb.
Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
1) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3) Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).
4) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
5) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar)
B. Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan atau tidak memenuhi prestasi.
R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
(1) tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
(2) melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
(3) melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya,
(4) melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang lain disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan perikatan ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya perikatan, perlu diketahui telebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan tersebut. Seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat tersebut.
Tidak terpenuhinya perikatan diakibatkan kelalaian (kesalahan) debitur atau sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur dapat berakibat pada beberapa hal. Akibat yang ditimbulkan oleh Wanprestas, yaitu :
(1) Debitur yang wanprestasi harus membayar aganti rugi sesuai ketentuan pasal 1234 KUH Perdata.
(2) Bebas resiko bergeser ke arah kerugian debitur.
(3) Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal balik, maka kreditur dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui pasal 1266 KUH Perdata.
Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dimungkiri oleh si berutang sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata dan perikatan tersebut harus tertulis. Terdapat berbagai kemungkinan yang bisa dituntut terhadap debitur yang lalai :
1) Kreditur dapat meminta kembali pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan tersebut sudah terlambat.
2) Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3) Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
4) Suatu perjanjian yang meletakkan pada kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.
Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, maka penggantian kerugian dapat dituntut menurut kitab UU, yaitu berupa :
- Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten), atau
- kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden),
- Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berutang tidak lalai.
Tuntutan atas wanprestasi hanya dapat dilakukan ketika terjadi hubungan kontraktual antara kedua belah pihak. Sekian pembahasan mengenai pengertian wanprestasi dan penjelasannya, semoga tulisan saya mengenai pengertian wanprestasi dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/7287203/Hukum_perjanjian_1._Standar_kontrak_Pengertian
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-wanprestasi-dan-penjelasannya.html#_
http://sangkoeno.blogspot.co.id/2015/01/prestasi-dan-wanprestasi.html
- Perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumentanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
- Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman)
- is one in which there is great disparity of bargaining power that the weaker party has no choice butto accept the terms imposed by the stronger party or forego the transaction.
- Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yangmenutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak sertadibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampirtidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yangditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak standar umum
Kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dandisodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus
Kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2. Macam - Macam Perjanjian.
(a) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dankewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang palingumum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan bangunan, tukar-menukar.Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak danhak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajibanmenyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yangdiberikan itu.Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihakatau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak,atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat adalah pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
(b) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihaksaja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yangmembenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapatkontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menuruthukum.
Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A.Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-undang danmengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal 1341 KUHPdt).
(c) Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokansebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidakmempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.
(d) Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untukmemindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak
perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhakmenuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada penyerahan(levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
(e) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan kehendakantara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak jugasekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt).Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukumadat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan hak. Hak ini
disebut “kontan atautunai”.
3. Syarat Sahnya Perjanjanjian
Bagaimana syarat sah suatu perjanjian? Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
- Terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadarantanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihakdapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan;
- Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut;
- terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan;
- Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakatimerupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
- Orang-orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh didalam pengampunan
- orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnyasemua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yangdipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh dibawah pengampunan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia beradadibawah kekuasaan pengampunnya. Kedudukannya sama dengan seorang anak yang belumdewasa. Kalau seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya,maka seorang dewasa yang ditaruh dibawah pengampunan harus diwakili oleh pengampun atau kuratornya. Menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata, seorang perempuan yang bersuami,untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya(pasal 108 kitab Undang-undang Hukum Perdata). Untuk perjanjian-perjanjian mengenai soal-soal kecil yang dapat dimasukan dalam pengertian “keperluan rumah - tangga” maka dianggaplah istri itu telah dikuasai oleh suaminya.Dengan demikian maka seorang stri dimasukkan dalam golongan orang-orang yang tidak cakapmembuat suatu perjanjian. Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa adalah bahwaseorang anak harus diwakili oleh orang tua/wali, sedangkan seorang istri harus “dibantu” olehsang suami. Kalau seorang dalam membuat suatu perjanjian “diwakili” oleh orang lain, maka iatidak membuat perjanjian itu sendiri.
Tetapi kalau seorang “dibantu”, ini berarti bahwa ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya itu. Bantuan tersebutdapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. Dan terdapat syarat perjanjian objektif dan subjektif. Dalam halnya suatu syarat objektif,maka kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak mengadakan perjanjian tersebut, yakni melahirkan suatu perkaitan hukum adalahgagal. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut dimuka hakim. Dalam hal syarat subjektif maka jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan bataldemi hukum, tetap salah satu pihka mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itudigagalkan. Pihak yang meminta pemnbatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yangmemberi kesepakatannya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang dibuatnya itu mengikat juga,selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi.
Dengan demikian nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung padakesediaan suatu pihak untuk menaatinya.
4. Pembatalan Perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa apabila syaratobjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum (null and void). Dalam haldemikian maka secara yuridis dari semula tidak ada perjanjian dan semula tidak ada perikatanantara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk melakukansuatu perjanjian yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satumenuntut pihak yang lain di muka hakin karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim inidiwajibkan, karena jabatannya menyatakan tidak ada perjanjian atau perikatan. Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yangsubjektif, perjanjian ini bukan batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan(cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah: pihak yang tidak cakap menurut hukum, dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas. Tentang perjanjian yang ada kekurangannya mengenai syarat-syarat subjektifnya yangtersinggung adalah kepentingan seseorang, yang mungkin tidaak mengingini perlindunganhukum terhadap dirinya. Oleh karna itu maka dalam halnya ada kekurangan mengenai syaratsubjektif, oleh Undang-undang diserahkan pada pihak yang berkepentingan apakah iamenghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian itu, bukannya batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan tadi tidaak bebas, yaitu:
- Pemaksaan
- Kehilafan atau Kekeliruan,
- Penipuan,
akalan yang cerdik(tipu-muslihat), untuk membujuk para lawannya memberikan perijinan. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untukmenjerumuskan pihak lawannya. Dengan demikian maka ketidak-cakapan dan ketidak-bebasan dalam memberikan perijiandalam suatu perjanjian, memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan kesepakatannya itu untuk meminta pembatalan perjanjiannya.
Dengan sendirinya harus mengerti bahwa pihak lawan dari orang-orang tersebut tidak boleh meminta pembatalan. Hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang olehUndang-undang diberi perlindungan. Meminta pembatalan oleh pasal 1454 dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dibatasi sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun: dalam hal ketidak-cakapan suatu pihak, sejak orang ini cakap menurut hukum, dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti. Dalam hal kehilafan atau penipuan sejak lahir diketahuinya kehilafanatau penipuan itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan yang diajukanselaku pembela atau tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan. Memang ada dua carauntuk meminta pembatalan perjanjian. Pertama, pihak yang berkepentingan dapat secara aktifyaitu sebagai penggugat meminta kepada hakin untuk mempbatalkan perjanjian. Kedua,menunggu sampai ia diguga dimuka hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.Terhadapazas konsensualitas yang dikandung oleh pasal 1320 Kitab Undang-undangHukum Perdata, ada kekecualiannya yaitu, oleh Undang-undang ditetapka suatu formalitas untuk beberapa macam perjanjian, misalnya perjanjian penghibahan benda tak bergerak harusdilakukan dengan akte notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis dan lainsebagainya. Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan sesuatu formalitas atau bentuk caratertentu, dinamakan perjanjian formil. Apabila perjanjian yag demikian itu tidak memenuhiformalitas akan ditetapkan oleh Undang-undang, maka ia adalah
batal demi hukum.
5. Prestasi Dan Wan Prestasi.
A. Prestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu.
- Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.
- Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah / gedung, mengosongkan rumah.
- Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak membuat pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dsb.
Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
1) Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3) Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).
4) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
5) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar)
B. Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan atau tidak memenuhi prestasi.
R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
(1) tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
(2) melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
(3) melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya,
(4) melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang lain disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan perikatan ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya perikatan, perlu diketahui telebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan tersebut. Seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat tersebut.
Tidak terpenuhinya perikatan diakibatkan kelalaian (kesalahan) debitur atau sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur dapat berakibat pada beberapa hal. Akibat yang ditimbulkan oleh Wanprestas, yaitu :
(1) Debitur yang wanprestasi harus membayar aganti rugi sesuai ketentuan pasal 1234 KUH Perdata.
(2) Bebas resiko bergeser ke arah kerugian debitur.
(3) Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal balik, maka kreditur dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui pasal 1266 KUH Perdata.
Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dimungkiri oleh si berutang sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata dan perikatan tersebut harus tertulis. Terdapat berbagai kemungkinan yang bisa dituntut terhadap debitur yang lalai :
1) Kreditur dapat meminta kembali pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan tersebut sudah terlambat.
2) Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3) Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
4) Suatu perjanjian yang meletakkan pada kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.
Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata, maka penggantian kerugian dapat dituntut menurut kitab UU, yaitu berupa :
- Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten), atau
- kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden),
- Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berutang tidak lalai.
Tuntutan atas wanprestasi hanya dapat dilakukan ketika terjadi hubungan kontraktual antara kedua belah pihak. Sekian pembahasan mengenai pengertian wanprestasi dan penjelasannya, semoga tulisan saya mengenai pengertian wanprestasi dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/7287203/Hukum_perjanjian_1._Standar_kontrak_Pengertian
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-wanprestasi-dan-penjelasannya.html#_
http://sangkoeno.blogspot.co.id/2015/01/prestasi-dan-wanprestasi.html